Akhirnya….
Itulah
kata-kata pertama kali saya ketika memasuki pesawat Air Bus 320 milik Indonesia Air Asia yang akan membawa saya ke Bangkok, Negeri Gajah Putih, Thailand. Ya
Tuhan, akhirnya saya bisa pergi ke Luar Negeri. Akhirnya saya akan melihat dan
akan mengalami sendiri kehidupan yang berbeda dengan Indonesia. Akhirnya saya akan bisa
merasakan tersesat di negeri orang. Sendiri. Akhirnya….
Sebelum mengeksekusi perjalanan
yang mengesankan ini, saya mengawalinya dengan pencarian tiket promo kemanapun
tujuannya asalkan ke Luar Negeri. Paspor sudah teronggok melompong hampir setahun
dilaci almari kamar menunggu stempel perdanya. Kasihan juga, hingga saya pun menemukan
harga yang super murah kala itu dari Surabaya ke Bangkok yang dibandrol tidak
sampai seratus ribu rupiah saja dengan Air Asia. Wow… tanpa pikir panjang, tiket
akhirnya berhasil saya issued meskipun saya tidak tau nanti pulangnya naik apa
dan kapan.
Jujur saja awalnya saya tidak
percaya jika Air Asia yang iklannya pernah saya lihat sebelumnya di televisi mengenai
promo yang menurut saya tidak masuk akal. Bayangkan saja, promo harga mulai 0
rupiah membuat saya yang awam dengan yang seperti ini juga berpikir masa iya
sih gratis? Namun ketika kenyatannya saya dapat tiket perdana saya ke Bangkok tidak
sampai seratus ribu rupiah, pikiran saya berubah total. It’s amazing.
Setelahnya saya disibukkan dengan
membuat itinerary, sebuah perencanaan perjalanan sebagai pedoman tempat mana
saja yang akan dikunjungi, bagaimana saya bisa mencapai tempat tersebut dan perkiraan
berapa anggaran yang diperlukan. Mulai dari makan, akomodasi dan transportasi
selama disana. Dalam penyusunan itinerary ini, memaksa saya untuk membaca dan
mecari sumber informasi baik melalui internet ataupun buku-buku catatan
perjalanan. Tiga bulan penuh aku mencari dan mengutak-atik buku-buku,
forum-forum dan web site perjalanan berbarengan dengan tugas kuliah yang
menumpuk. Saya tak mau tersesat di negeri orang, Saya harus tau apa yang harus saya
lakukan ketika berada di sana. Sungguh tidak lucu sesampainya saya di sana
kemudian hanya tolah toleh kanan kiri tanpa informasi apalagi tersesat dan
kehabisan uang. Mungkin jalan satu-satunya kalau sudah seperti itu ya ke KBRI
minta dipulangkan. Oh tidak.
Berbekal pengalaman saya
terlibat menjadi Liaison Officer SEA GAMES XXI Jakarta Palembang 2011, saya pun
memutuskan untuk merencanakan trip perdana saya dengan mengunjungi 7 Negara
sekaligus; Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Singapura, dan Malaysia.
Akan tetapi saya mengurungkan niat mengunjungi Myanmar dikarenakan Visa untuk
masuk masih harus mengurus di Kedutaan Myanmar Untuk Indonesia di Jakarta sedangkan jarak tempat tinggal saya yang di Jawa Timur cukup jauh jika harus ke Jakarta.
Jadilah
itinerary besar saya seperti ini; Thailand-Laos-Kamboja-Vietnam-Singapura-Malaysia. Saya
memutuskan untuk mengunjungi 6 negara tersebut sebisanya dengan waktu
singkat 15 hari. Berangkat dari garis besar ini saya mulai menyusun tempat mana
saja yang layak untuk dikunjungi. Saya ingin
melakukan perjalanan ini tidak terlalu lama dikarenakan budget minim dan juga saya
ingin mengunjungi tempat-tempat wisata utama dan atau ibu kota Negara. Selain
itu saya ingin merasakan bagaimana suasana ketika melintas perbatasan beberapa
Negara yang pastinya memliki perbedaan. Merasakan bagaimana rasanya bisa makan
pagi di Thailand dan Makan siang sudah di Kamboja yang tentunya akan menjadi
pengalaman luar biasa yang akan saya dapatkan. Lagi pula saya akan senang
melihat pasporku penuh dengan stemple cap imigrasi. hehehe :)
Pasporku setelah jalan-jalan :) |
23 Januari 2012
Klakah-Surabaya-Bangkok
23
Januari 2012, pagi itu saya sudah bersiap-siap menuju Surabaya. Ayah yang
rambutnya sudah beruban memanaskan mesin motor butut honda model lama. Ibu di
dapur masih mempertanyakan keputusan saya pergi seorang diri ke negara yang belum
pernah saya kunjungi. Beberapa kali beliau mempertanyakan keberanianku. Seolah saya masih kanak yang harus ditemani dan akan menangis ketika tersesat.
“Saya
sudah dewasa ibu, saya tau apa yang harus saya lakukan dan bagaimana jika nanti
ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Jadi tenanglah.” Saya berkata
demikian.
“Ya
sudah, hati-hati” kata ibu sambil menyodorkan nasi berlumur kecap dan telor
ceplok.
Setelah
sarapan, saya memanggul ransel dengan penuh tekat. Kucium tangan dan kening ibu yang sudah mulai
berkeriput. Terucap beberapa pesan agar hati-hati di negeri orang. Terlihat
juga senyum bangga ayah yang sangat berbeda sekali dengan ibu. Ayah senang melihat saya bisa ke luar negeri. Dengan semangat 45 beliau mengemudikan motornya
membonceng saya dan mencoba ngebut, namun sayang kecepatan sepeda motor miliknya
terbatas.
Setelah
beberapa jam, saya sudah meninggalkan Klakah kampung halaman. Bus yang saya tumpangi
terjebak macet di Porong. Hati sudah deg-degan bagaimana jika nanti terlambat
untuk check in dan gagal terbang. Betapa malunya saya nanti. Pikiran saya
berkecamuk hal negative sedangkan bus AKAS seolah merangkak pelan mengikuti
gerak kendaraan didepannya.
Jam 2
kurang 15 menit akhirnya saya tiba di terminal purabaya Surabaya yang lebih
dikenal dengan bungurasih. Beberapa supir taksi dan ojek menawarkan untuk
mengantarkan saya ke Bandara. Namun pilihan saya tetap menggunakan Bus Bandara
meskipun sebenarnya masih ragu akan sampai dalam waktu singkat. Beruntung bus segera
berangkat menembus kemacetan Surabaya yang tidak terlalu padat seperti di ibu
kota.
Bandara
International Juanda sudah terlihat. Hati lega bibir tersenyum meskipun waktu
check-in tinggal se jam lagi. 14.15 saya berlari menuju tempat Check-in.
beruntung tidak terlalu sulit mencari konter check in Air Asia. Sudah terlihat
sepi dan semua urusan check-in berjalan lancar karena aku sudah melakukan
check-in online sebelumnya.
Di
Imigrasi, saya sedikit nervous galau. Setelah memeriksa pasporku, petugasnya
mempertanyakan tiket pulangku. Ku serahkan semua tiket kepulanganku yang super duper murah hasil berburu melalui website Air Asia, Ho Chi Minh ke Kuala Lumpur dan Singapura ke Jakarta.
Petugasnya
berkerut kening, “Paspornya masih kosong ya, Gate
nya di pojok,” ucap bapak beperawakan tinggi besar cakep itu sambil menyodorkan
pasporku.
“Makasi
pak,” saya tersenyum lega, akhirnya.
Cabin Air Asia QZ7682 |
Dan dari sinilah semua berawal. Penyakit dengan nama KECANDUAN mendera saya. Tangan saya terasa gatal jika mengetahui Promo besar Air Asia untuk tidak mengeksekusi tiket murah meriahnya. Mata saya enggan terpejam tengah malam demi mendapatkan tiket tujuan idaman. Inilah perubahan besar dalam hidup saya. Kecanduan jalan-jalan murah bersama Air Asia.
Penerbangan Perdanaku ke Nagoya juga First Fligt Inagurasi D7542 17 maret2014 |
Very interesting experience,,
BalasHapusNgiri..
Kepengen..
:(
nice tp kok ga smpe hbs
BalasHapus..hehe
sudah ada mbak yang part 2
Hapus@deni and intan, tunggu edisi ke dua, dan masih banyak edisi yang lain lain lagi hingga tuntas, hehehe
BalasHapusRifki, salut deh...
BalasHapuskemarin aku juga merencanakan kesana, sama kayak milikmu itenerinya. paspor udah ditangan tapi gak jadi berangkat. ini aku backpacker keliling indonesia jadinya. oke deh. senang punya kawan yang semangatnya keliling asean. kapan2 aku nyusul. :-)