Minggu, 22 Juni 2014

Mumbai, Awalnya


11/03/2014 - Mesin pesawat seolah padam tak menderu keras seperti 5 jam yang lalu. Descending. Suara pengumuman jika pesawat segera mendarat telah disampaikan. Pramugari berkebaya itupun lalu lalang memeriksa apakah kursi sudah ditegakkan dan sabuk pengaman sudah dieratkan. Kemudain menyemprotkan spry pewangi keseluruh kabin dari depan ke belakang, entah kenapa, mungkin seperti itu regulasi jika pesawat harus mendarat di Mumbai. Yah, Sebentar lagi aku akan mendarat di Mumbai. Pusat perfilman india—Bollywood.  Lampu kabin dipadamkan.

Taj Hotel, Mumbai. by Rifki
Bagi Warga Negara Indonesia, untuk memasuki wilayah India, kita diharuskan memiliki Visa sesuai dengan tujuan atau bisa juga mengurus langsung di Bandara kedatangan. Visa ini disebut Visa On Arrival yang mana pengurusannya harus melampirkan booking hotel selama kita tinggal, Pas photo berwarna, sejumlah uang yang ditunjukkan untuk mengcover biaya hidup selama di India dan tentunya mengisi form aplikasi yang telah disediakan. Pembayaran Visa pun berbeda beda meski harga yang dipatok sama. Ada yang harus menggunakan India Rupee sebesar Rs.3300 atau dalam bentuk dollar Amerika sebesar USD 60. Namun tidak semua Airport di India yang melayani VOA, jadi sebelum berangkat ke India pastikan kalian akan landing di Bandara mana. Seperti halnya aku yang mendarat di Chhatrapati Shivaji International Airport Mumbai, yang melayani VOA dengan pembayaran menggunakan Dollar Amerika.

Namun jika ingin lebih murah dan tidak mau membuang-buang waktu lebih lama di Bandara, kalian bisa mengurusnya melalui Kedutaan Besar India di Jakarta atau Konsulat Jenderal India di daerah sebelum keberangkatan. Prosesnya mudah dengan biaya tak kurang dari Rp.500.000 dengan mengisi terlebih dahulu form online yang disediakan melalui website resmi Imgrasi India dan melengkapi semua yang disyaratkan. Masa pembuatan Visa hanya memakan waktu 2 hari saja. Untuk pengajuan aplikasi di Kedutaan India Jakarta dibuka pukul 8 pagi hingga pukul 12 siang. Sedangkan untuk pengambilan dibuka pukul 3 sore hingga pukul 4 sore.

Dalam perjalanan ke Mumbai kali ini, aku sudah apply terlebih dahulu di Jakarta sehingga aku tidak harus sibuk lagi mengurus VOA. Namun dikarenakan kakakku dan 2 orang temanku belum punya Visa, terpaksaku  harus membantu dan menunggu mereka mengurus VOA yang memakan waktu kurang lebih 3 jam. Waktu yang cukup lama, Jadi bisa dipertimbangkan apakah kalian harus VOA atau mengurus terlebih dahulu melalui kantor perwakilan India a.k.a Kedutaan Besar India.

Sudah jam 1 lebih dini hari pengurusan Visa kakak ku dan kedua teman ku belum selesai. Petugas Imigrasinya rupanya mengecek detail bookingan hotel, berapa lama tinggal melalui print tiket keluar masuk dan sesekali memanggil kembali pemilik paspor untuk ditanya-tanya.

Aku masih duduk dideretan kursi besi yang memang disediakan untuk aplikan. Tidak begitu banyak yang menunggu waktu itu. Tiba tiba ada dua orang laki-laki tinggi kekar menerobos keluar konter Imigrasi dan berdiri tepat dibelakang konter. Tak lama mataku melihat sosok Pria mengenakan pakaian casual, hem biru dipadu dengan T-Shirt putih didalamnya. Pria itu tinggi besar otot-ototnya terlihat sekali menyembul disela sela bahu dan tangannya –Gagah. Terlihat ia menyerahkan paspor dan bercengkrama ramah dengan petugas. 

Source: http://gallery.oneindia.in
Baru sadar ketika pandanganku melihat petugas imigrasi itu saling berebut foto dengan pria itu. Sontak aku berdiri dan melihat. Ingatanku kembali, memori nama nama artis Bollywood pun berputar dan berhenti dalam satu nama, itu Siddhart Malhotra , artis Bollywood yang film-filmnya seringku tonton. Oh My God, Bibirku senyam senyum bangga. Langkah ini tak tahan untuk menghampirinya, namun petugas imigrasi melarang ku. Ya jelas saja, aku belum lapor diri untuk keluar bandara. Jadinya aku jingkrak jingkrak ngasih tau kakakku dan teman temanku, itu Siddhart Malhotra, yang main di Student Of The Year sebagai Abimanyu. Itu Siddhart. Kakakku geleng-geleng juga teman temanku mencoba melihat aksi foto-foto petugas imigrasi yang meninggalkan konter VOA. Ya Tuhan ku, kenapa baru sadar. Tau gitu sebelum ke konter imigrasi aku minta foto-foto dulu. Aku terduduk, ada perasaan bangga dan sedikit menyesal. Kenapa tadi.. Huft!

Rasanya sudah tidak sabar ingin segera keluar Bandara. Pasti diluar banyak artis artis Bollywod berseliweran. Mereka dulu yang sedari kecil hingga aku dewasa seringku lihat di layar kaca. India dan Indonesia yang sangat jauh. Namun sekarang, aku sudah berada di Negeri layar kaca, India.


Selasa, 26 Maret 2013

Kuala Lumpur International Airport LCCT, Sepang




Akhirnya, setelah proses imigrasi, terasa lega sekarang. Selamat datang di Kuala Lumpur. LCCT adalah bagian dari Kuala Lumpur International Airport yang mana digunakan khusus untuk pesawat atau penerbangan Low Budget. Dengan tidak mengurangi kesan sebagai bandara kelas internasional. Bandaranya cukup besar dan tersedia berbagai macam fasilitas dan menjadi Basecamp raksasa merah Low Budget dari Malaysia, Air Asia. Bukan hanya itu, cebu airlines, tiger airways dan Mandala Tiger juga mendarat di bandara ini.

Letaknya di sepang, jadi saya harus menggunakan layanan bus untuk menuju Kuala Lumpur yang ditempuh dengan estimasi waktu 1,5 jam. Ada banyak pilihan bus. Skybus adalah mitra dari Air Asia dan tiketnya pun bisa di beli di web Air Asia ketika melakukan pemesanan atau kita bisa beli di konter bus di bandara. Ada juga Aero bus yang harganya lumayan murah hanya 8 ringgit dari pada pilihan bus lainnya. Banyak juga pilihan bus jika anda hendak ke malaka kota lainnya.


Aero bus membawa saya jauh meninggalkan LCCT. Pukul setengah 8 malam saya sudah berada di KL Central. Sungguh cangging, KL Sentra menurut saya adalah pusat transportasi di KL. Semua terintegrasi satu sama lain. Mulai dari bus, kereta api, dan LRT juga kereta dari dan ke Kuala Lumpur International Airport.







Tujuan saya adalah pasar seni menuju Guest House yang sudah saya booking. Dari KL central saya menggunakan LRT menuju pasar seni. Bagi yang petama kali ke KL, ada yang berbeda dengan cara pembelian tiket. Kalau di Indonesia kita harus menuju loket, di KL semuanya dapat dilakukan dengan self service alias tersedia mesin penjual tiket. Yang mana nantinya kita cukup menekan-nekan layar dan memilih tujuan yang diinginkan. Masukkan koin ringgit atau uang kertas sesuai biaya yang tertera dan kemidian beberapa saat akan muncul koin biru yang akan digunakan untuk memasuki peron dan keluar dari peron tujuan. Di bilang canggih, ya canggih. Ehm… iri banget deh kalau liat ginian di KL. Kapan yah Indonesia seperti ini?




Sabtu, 09 Maret 2013

Surabaya-Kuala Lumpur 100 Rupiah saja. Thank You Madala Tiger

Firstly I will to say thank you to Mandala karena dengannya saya bisa memecahkan rekor terbang ke Kuala Lumpur hanya dengan 100 rupiah saja. Wau.. it's amazing right? percaya gak percaya, saya sudah membuktikan itu.

Juanda, 9 Maret 2013. Jam 13.00 seperti biasa saya chek in di konter. baru kali ini saya ditanya tiket kepulangan oleh petugas konter chek-in. biasanya yang tanya seperti ini petugas imigrasi. tapi tak apalah. yang penting petugasnya tetap ramah dan tersenyum. boarding pas sudah ditangan. uang 150ribu sudah terbayar buat airport tax.
 

Di konter imigrasi. saya sempat tertahan sejenak. oleh bapak perawakan agak sangar. mukanya gak ada senyum-senyumnya gitu. biasanya juga gak ditanya-tanya. tapi ini lain. "ngapain ke malaysia?" tanyanya. "Jalan-jalan mas, eh pak, sorry" jawabku sehalus sutra meyakinkan. seharusnya dia yakin dong, pasporku sudah banyak cap imigrasinya, so gak ada alasan buat tak mengijinkanku masuk. "punya uang berapa kok bisa jalan-jalan?" what...... grrrrrr... bapak ini... "cuma dua hari pak, kalau uang sih ada, saya bawa kdebit kredit kard juga, so don worry lah pak." jawabku sedikit dongkol tapi tetap berwajah kalem.. :). "Rambutmu gaul mas, model baru yah.." hahahaha.. aku mau ketawa mendengar bapak itu akhirnya.. mungkin karena potongan rambutku yang sedikit kayak orang pemakai atau emo cepak berukir.. mungkin karena itu kalik yah aku sempat ditanya-tanya. oh my God.. what I've done with my new hair style? is it wrong? jedak jedok. gate 12 kata bapaknya. saya tersenyum manis. thank you pak.

Di waiting room telah banyak manusianya. sebagian chinese but didominasi suku sendiri a.k.a Madura. hahaha.. hebat yah orang madura. jalan-jalannya ke Kuala Lumpur. jadi bahasa saya belum roaming alias tidak membuat telinga bergetar. saya duduk di sebelah pasangan suami istri yang sudah separuh baya. orang ketapang. katanya yang istri jadi pembantu rumah tangga dan suaminya jadi kuli bangunan. hebatnya, anaknya kuliah di kedokteran di salah satu universitas swasta terkenal di surabaya. so, jangan judge the book by the cover yah. salute sama mereka.

Panggilan masuk pesawat terdengar. saya sempat berpikir tentang koper-koper yang dibawa para penumpang. kok gak sebegitu ketat yah Mandala dengan koper-koper itu, padahal dulu pas penerbangan HCMC ke Singapura ketatnya luar binasa. tapi tak apalah, mandala kan baik banget kalau begitu. two thumbs deh.

Pesawatnya masih menggunakan Air Bus 320 dengan pilot I made siapa saya lupa. Pak imade membawa pesawat ini dengan lembut dan halus. tapi diatas seperti sedang berjalan di jalan bebatuan. grojak-grojak. maklum mendung dan berawan. 2 jam perjalanan saya sesekali tertidur hingg tiba-tiba terdengar pengumuman pesawat will be landing shortly. please fasten your seat belt.

Touch down LCCT KLIA. Disambut dengan Air Asia X livery putih entah dari mana. jujur ini pertama kali saya liat pesawat Air Asia yang segede ini. kapan yah Mandala punya? apakah kalau nanti jadi terbang ke perth masih menggunakan Air Bus 320? saya rasa tidak.




LCCT sendiri adalah Bandara Low Cost Carrier di Kuala Lumpur International Airport. lumayan besar dari pada Juanda dan lengkap. Jarak ke KL kurang lebih 2 jam ditempuh dengan Bus. Maskapai yang tersedia di sini semuanya maskapai Budget airlines sepert Air Asia, Mandala, Tiger Airways, Cebu Pasifik dan lain-lain. Turun dari bandara suasana Malaysianya terasa banget. cakapnya melayu semua. ya iya lah, kalau ngomong india yang berarti di India. hahahaha. but you have to know, petugasnya kebanyakan berwajah india. so sudah seperti di India.




Lagi-lagi di imigrasi. kakak petugas berkerudung itupun bilang. You have a good hair style. berapa hari di sini? katanya. saya jawab dua hari di akhiri terimakasih kakak.. lebbay gitu.. :) jedak jedok dan welcome Kuala Lumpur... thanks Mandala Tiger...

Senin, 24 Desember 2012

My Selangor, My Story

Selangor. Sungguh tidak pernah terlintas di benak ini untuk mengunjungi Selangor. Selain kurangnya informasi yang saya dapat mengenai Selangor, juga dikarenakan dalam benak ini sudah tertanam jika Malaysia itu tempat yang paling pas untuk dikunjungi adalah Kuala Lumpur, Melaka dan juga Penang. Meskipun saya tak pernah berkunjung ke tiga tempat tersebut. Hanya Johor Bahru sajalah satu-satunya kawasan Malaysia yang pernah saya kunjungi.

Johor Bahru, Malaysia
Tapi sekarang, pikiran itu sudah berubah. Selangor, tempat yang wajib di kunjungi di Malaysia. dan berharap dengan program My Selangor Story ini saya bisa berkesempatan mengunjungi, melihat dan merasakan atmosfir Selangor yang sebenarnya. Sehingga akan memberikan ingatan yang menyenangkan bagi saya yang hobi Backpacking.

Sudah saya menjelajah sendirian ke enam negara ASEAN termasuk Malaysia meski hanya Johor Bahru dengan harapan menemukan suatu pengalaman baru. Menceritakan segala kejadian dan pengalaman pada teman-teman dan kerabat. Yang terkadang membuat mereka tertawa mendengar ceritanya. Mengerutkan kening dan bahkan kagum serta memuji diriku yang sangat berani. Dan besar harapan saya untuk terpilih mengikuti program My Selangor Story 2013 ini sehingga saya bisa banyak bercerita banyak tentang pengalaman yang akan saya dapatkan mengenai keunikan, keindahan dan pestapora kehidupan Selangor yang awalnya belum pernah terpikirkan di benak saya. Semenarik apakah SELANGOR?




Senin, 20 Agustus 2012

Wat Arun, The Temple of Dawn


The Grand Palace, Thailand
Puas pusing-pusing di The Grand Palace. Saya melangkahkan kaki bergegas menuju Tha Tien Pier dan menyebarang menuju Wat Arun atau yang dikenal juga The Temple of Dawn.   

Dalam perjalanan, sengaja aku memperlambat langkah untuk sekedar melihat-lihat keramaian pasar pinggir jalan yang menjual beraneka ragam barang, mulai dari baju-baju yang sepertinya baju bekas, juga ada yang menjual uang-uang kuno Thailand, Makanan-makanan yang namanya tak ku kenal serta ada beberapa penjual entah apa namanya saya lupa seperti gantungan kalung yang terbuat dari kuningan sangat banyak menggunung dan pembeli diberi kebebasan untuk memilih. Mungkin ini digunakan sebagai jimat. Entahlah.

Aku memilih beristirahat sejenak di taman dekat pier sambil menikmati mangga potong yang saya beli seharga 20 bath. Banyak sekali saya temui pedagang buah di sekitaran Grand Palace. Tidak hanya mangga, tapi juga jambu dan nenas yang dimakan dengan garam yang sudah dimodifikasi yang rasanya gurih pedas gimana gitu. Nikmat sekali dimakan panas-panas seperti ini.

Tha Tien Pier terletak di pinggir sungai Chao Phraya yang sangat membelah kota Bangkok. Anda mungkin akan bingung menemukan Pier ini. Letaknya memang di dalam pasar kecil Tha Tien. Jadi, jangan ragu bertanya jika anda kebingungan. Ada beberapa penjual kuliner khas Thailand dan beberapa penjual cendera mata seperti kaos, lukisan dan barang-barang hand made menuju Tha Tien Pier. Tiket hanya 2 bath untuk sekali sebrang ke Wat Arun. Angin begitu kencang. Membuat arus sungai berombak-ombak begitu kencang menghempas hempas mengoyangkan dermaga. 

Perahu yang akan membawa ku ke sebrang berhenti sejenak di dermaga. Aku dan para penumpang yang lain dapat merasakan betapa hebatnya guncangan-guncangan air yang pada saat itu memang sangat dahsyat.. sedahsyat ombak dilautan luas.. hahaha.. lebay.. tapi memang benar, guncangan yang dirasakan mamang menakutkat. Seolah akan membalikkan perahu ini. Mesin boat dinyalakan. Perlahan perahu meninggalkan dermaga membelah Chao Phraya dengan arusnya yang deras berombak.

Tak sampai lima menit, perahu sudah merapat di dermaga Wat Arun. Aku bergegas turun. Ada keramaian disekitar halaman Wat Arun. Saat itu memang sedang diperingati sebagai Hari Raya China. Di sini, di Wat Arun kemeriahan hari raya china pun sangat terasa. Ada tenda-tenda berhiaskan serba merah. Buah jeruk, Barong sai juga petasan-petasan yang digantungakn di pohon-pohon juga siap untuk diatraksikan. Sangat ramai dan sangat sacral karena juga ada pendeta yang sedang membacakan mantra melalui pengeras suara juga mengisi ceramah (mungkin itu semacam khotbah) tapi entahlah, aku tak mengerti apa yang diucapkan. Yang penting aku sebagai pengunjung harus ikut menjaga keberlangsungan acara ini.

Yang kaget juga, ada beberapa orang sedang sembahyang menyembah patung sang Buddha lalu kemudian beranjak dan mengaitkan uang kertas 20 bath diantara gantungan-gantungan uang yang sudah dikaitkan sebelumnya dengan staples. Hingga banyak sekali rentetan gantungan uang kertas berwarna biru itu. Melambai-lambai terkena tiupan angin. Hem.. andai boleh mengambil satu gantungan saja.. :P

Setelah membeli tiket masuk seharga 50 bath. Aku melenggangkan kakiku menuju Wat Arun. Perlu diingatkan lagi bagi anda para wanita. Hanya yang berpakaian sopan dan bukan tank top yang diizinkan masuk. Maklum, ini adalah wat atau nama umumnya kuil yang dianggap sakral. Yah, inilah Wat Arun, The Temple of Dawn.

Naik ke puncak Wat Arun adalah hal yang sangat wajib. Karena dari sinilah kita bisa menikmati keindahan Bangkok dan Sungai Chao Phraya dari atas. Tentunya napas akan tersengal sengal menapaki anak tangga yang miringnya hanpir 45 derajat. Tapi semuanya akan terbayarkan jika anda sudah berada di puncak. Menurut yang aku baca di forum di internet. Pada pagi hari, tat kala matahari terbit, sinarnya akan merefleksikan binar-binar keindahan wat di tepi sungai Chao Phraya. Itulah kenapa wat ini disebut The Temple of Dawn. Kuil kala Subuh.

Teman-Teman Baru di Wat Arun
Di tempat ini juga disemayamkan abu dari King Rama II, tepatnya dibawah patung Budha Utama yang di tempatkan di dalam kuil. Setelah mengabadikan beberapa moment dengan nafas masih belum stabil, aku memutuskan untuk segera turun dan beristirahat dibawah. Aku ingin menikmati indah dan tingginya kuil dari bawah. Dan memang benar, sungguh sangat indah. Ujungnya yang melancip ke atas seolah hendak menggapai awan di langit biru. Terimakasih Tuhan, karenamu aku bisa sampai disini. 

Ada yang unik dan sempat kaget pas hendak keluar dari Wat. Aku dan pengunjung yang hendak keluar memang diarahkan melalui sebuah pasar dengan berderet pedagang kaos-kaos bertuliskan Thailand juga pernak pernik khas seprti gantungan kunci hingga magnet kulkas. Kenapa ku bilang kaget? Yah karena saya melihat tulisan berbahasa Indonesia digantung disebuah kios. “Harga murah 1 potong 90 bath, 12 potong 1000 bath”. Wau.. keren.. pikirku. Akupun segera merapat ke kios tersebut mencoba menguak mencari tau kenapa.

foto: http://torajacybernews.com
Seorang wanita setengah baya menghampiriku. Indonesia? Tanyanya kepadaku. Aku mengiyakan. Tanpa disuruh, wanita itu langsung nyerocos dengan bahasa indonesianya yang menurutku sangat lancer meskipun kurang dalam kefasihan. Ini kaos mas, bla bla bla.. sangat lihai sekali menawarkan barang dagangannya.

Ternyata, usut punya usut dari si mbak, memang, kebanyakan pedagang di sini bisa berbahasa Indonesia khususnya bahasa Indonesia dalam hal tawar menawar dan wisata dikarenakan pengunjung di sini banyak yang dari Indonesia. Mereka terkesan cerewet dalam hal tawar menawar. Itulah kenapa mereka sering berinteraksi dan belajar bahasa Indonesia untuk berdagang. 6 gantungan kunci saya beli seharga 100 bath, lumayan murah. Itung-itung juga sebagai rasa terimakasih untuk si mbak yang sudah aku itrogasi secara tidak langsung. Ehm.. keluar dari situ aku senyum-senyum sendiri. Unik yah, tak ada alas an untuk tidak bangga pada Indonesia. Hehehe.. 

Kamis, 26 Juli 2012

Suatu Pagi di The Grand Palace

24 Januari 2012. Dengan membayar 7 bath saja, bus 53 membawaku menuju kawasan yang sering disebut Ratanakosin atau bisa disebut kota tua Bangkok dan Ratchadamnoen Avenue adalah jalanan yang terkenal dimana disekitaran avenue tersebut terdapat bangunan-bangunan bersejarah. Di sini saya ingin menghabiskan waktu dengan mengunjungi Grand Palace, Wat Pho dan Wat Arun yang juga sering disebut The Temple of Dawn.

Matahari mulai meninggi. Keramaian mulai terasa. Terlihat mereka para wisatawan berseliweran disepanjang jalan. Saya memilih turun dipersimpangan jalan antara Wat Pho dan Tha Tien Pier (semacam pelabuhan kecil) yang nantinya saya akan menggunakan perahu menuju Wat Arun. Namun, tujuan pertama saya kali ini adalah Grand Palace.

Rifki in Grand Palace
Panasnya udara Bangkok tak menyurutkan niat saya untuk tetap memamnggul backpack kecil dan melangkahkan kaki menuju Grand Palace. Awalnya saya kebingungan mencari dimana pintu masuk Grand Palace. Namun akhirnya saya menemukannya juga tepat diseberang Cafe AU BON PAIN. Meskipun terbilang masih jam 9 pagi, antusias pengunjung untuk datang dan menikmati Grand Palace sangatlah banyak. Bahkan antrian di loket sempat mengular.

Grand Palace buka setiap Hari 08:30 – 15:30. Lokasinya di Na Phra Lan Road, Old City (Rattanakosin). Harga tiket 400 bath. Tiket jangan dibuang, karena tiket ini sudah termasuk tiket masuk untuk Vimanmek Palace dan Abhisek Dusit Throne Hall. Menurut saya tiketnya harganya cukup mahal, namun keidahan yang ditawarkan Grand Palace sungguhlah diluar 400 bath. Sangatlah indah.

Tidak diragukan lagi bahwa The Grand Palace adalah tempat yang memiliki pemandangan terbaik di Bangkok City. Dibangun pada tahun 1782 – dan selama 150 tahun merupakan rumah dari Raja Thailand, pengadilan Royal dan kantor administrasi pemerintahan – Grand Palace Bangkok adalah bangunan yang besar dan anggun, yang terus memukau para pengunjung dengan arsitektur yang indah dan detailnya yang rumit, yang semuanya memberikan rasa hormat dan bangga akan kreativitas dan keahlian dari orang Thailand. Hingga hari ini, kompleks Grand Palace ini tetap menjadi pusat spiritual dari Kerajaan Thailand.

Di Grand Palace
Gatal rasanya saya untuk tidak berfoto-foto mengabadikan keindahan arsitekture yang ditawarkan. Dengan Pe-De nya saya harus sesekali sok kenal dan minta tolong kepada wisatawan lain yang berkunjung untuk mengambilkan foto diri saya. Maklum lah, sebagai solo traveling yang tidak punya patner jalan harus tebal muka jika ingin narsis mengabadikan sesuatu yang dianggapnya indah. Kadang saya harus menarik tempat sampah dan men-timer-kamera saya. hahaha.... kapan lagi saya kesini. yang lain, cuek sajalah. :P

Dalam kompleks istana ini berdiri beberapa bangunan yang mengesankan termasuk Wat Phra Kaew atau disebut juga Kuil Emerald Budha, yang berisi Emerald Buddha kecil, sangat terkenal dan sangat dihormati  berasal dari abad ke-14. Raja Thailand tidak lagi tinggal di istana ini mulai sekitar pergantian abad kedua puluh, tapi kompleks istana ini masih digunakan untuk menandai semua jenis acara seremonial dan upacara kenegaraan lainnya.

Kompleks istana, seperti sisa Ratanakosin Island, diletakkan sangat mirip dengan istana Ayutthaya, bekas ibukota mulia dari Siam yang digerebek oleh Burma. Pengadilan Luar, dekat pintu masuk, digunakan untuk departemen pemerintah rumah di mana Raja terlibat langsung, seperti administrasi sipil, tentara dan bendahara. Kuil Buddha Emerald terletak di salah satu sudut pelataran luar ini. Pengadilan Tengah adalah tempat kediaman Raja dan ruang yang digunakan untuk melakukan bisnis negara berada. Hanya dua dari ruang tahta terbuka untuk umum, tetapi Anda akan dapat mengagumi detail indah pada fasad struktur ini mengesankan.

Pengadilan batin di mana selir kerajaan Raja dan putri tinggal. Pengadilan batin itu seperti kota kecil seluruhnya dihuni oleh perempuan dan anak laki-laki di bawah usia pubertas. Meskipun tidak ada royalti saat ini berada di pelataran dalam, masih sepenuhnya tertutup untuk umum. Meskipun kedekatan Grand Palace dan Wat Phra Kaew, ada kontras yang berbeda dalam gaya antara Kuil sangat Thailand Emerald Buddha dan desain terinspirasi lebih Eropa dari Grand Palace (atap menjadi pengecualian utama). Menyoroti lain Boromabiman Hall dan Amarinda Hall, kediaman asli Raja Rama I dan Hall of Justice.

Di Grand Palace
Bagian lain di dalam gedung ini juga merupakan tempat tinggal selir-selir Raja dan anak-anak perempuannya. Tempat ini menjadi seperti kota kecil yang memiliki populasi para perempuan dan anak-anak yang dalam usia puber. Walaupun Raja tidak tinggal di tempat ini, lokasi ini tetap tertutup untuk publik. Meskipun kedekatan Grand Palace dan Wat Phra Kaew, ada kontras yang berbeda dalam gaya antara Kuil Emerald Buddha sangat bergaya Thailand dan desain terinspirasi lebih Eropa dari Grand Palace (atap menjadi pengecualian utama). Menyoroti lain Boromabiman Hall dan Amarinda Hall, kediaman asli Raja Rama I dan Hall of Justice.

Kaki sudah terasa gempor menelusuri gedung demi gedung, ruangan demi ruangan. Grand Palace memang istana yang indah. Jika anda ingin menikmati Grand Palace. Anda harus berpakaian sopan. Aturan berpakaian yang ketat berlaku. The Grand Palace dengan Kuil Emerald Buddha adalah situs Thailand paling suci. Pengunjung harus benar berpakaian yang sopan sebelum diizinkan masuk ke kuil. Pria harus memakai celana panjang dan kemeja dengan lengan (tidak ada tank top Jika Anda memakai sandal atau sandal jepit Anda harus memakai kaus kaki (dengan kata lain, tidak ada kaki telanjang.) Perempuan harus juga berpakaian sederhana.. Tidak tembus pakaian , telanjang bahu, dll Jika Anda muncul di gerbang depan berpakaian tidak benar, ada meja dekat pintu masuk yang dapat memberikan pakaian untuk melindungi Anda dengan benar (deposit diperlukan).

Jadi, kalau anda mau kesini jangan pakai Tank Top yah.. hehehehe..

Minggu, 29 April 2012

Nasionalisme Thailand di Hua Lamphong


24 Januari 2012, Stasiun Hua lamphong adalah stasiun utama di Bangkok. Atapnya berbentuk setengah lingkaran dan jika dilihat mirip sekali dengan stasiun Tandjung Priuk di Jakarta. Seakan memanjakan penumpang yang akan berpergian dengan kereta, di ruang tunggu, di depan deratan loket tiket, terdapat toko buku, beberapa deretan gerai makanan cepat saji dan Food court bagi yang berkantung cekak juga toilet yang sekaligus disewakan untuk mandi serta ruang sholat bagi kita umat muslim di lantai dua. Aku pun segera membersihkan diri untuk mandi di toilet Hua Lamphong dengan membayar beberapa bath.
Suasana Hua Lamphong
Badan sudah segar, belum sempat aku duduk, aku kaget melihat semua orang berdiri. Terdengar alunan lagu dari pengeras suara. Ada apa ini? Setelah beberapa saat orang orang kembali duduk, aku bertanya kepada bule disampingku. Kenapa barusan semua orang berdiri dan duduk ketika lagu dari pengeras suara diperdengarkan hingga selesai. Mark yang mengaku dari Ohio Amerika Serikat ini menjelaskan jika orang Thailand sangat nasionalis. Setiap jam delapan pagi dan jam enam petang, lagu kebangsaan Thailand akan diperdengarkan dan mereka semua tanpa terkecuali akan berdiri sebagai bentuk penghormatan kepada Negara. Sunggu luar biasa, aku berdecak kagum. Betapa hormatnya mereka kepada Negara. Bagaimana ya jika lagu Indonesia Raya diperdengarkan setiap pagi dan petang. Mungkin nasionalisme bangsa Indonesia akan semakin kuat rasa persatuan dan kesatuannya dan tak akan ada lagi isu-isu perpecahan dan sara. Sebuah hal kecil demi keutuhan Negara.

Satu hal lagi yang aku sempat herankan. Ada foto berukuran besar tampak seorang pria berpose gagah mengenakan baju kebangsawanan yang dipajang di tempat-tempat umum seperti di Hua Lamphong dan stasiun-stasiun. Mungkin inilah petinggi Thailand yang sangat dihormati. Sehingga gambarnya dipampang dimana-mana untuk mengingatkan rakyatnya bahwa beliaulah yang sangat berjasa di Thailand. Sampai sekarang pun aku belum tau siapa beliau.

Kereta ke Nong Khai tersedia dalam tiga perjalanan di petang hari. Kereta pertama DRC 77 berangkat jam 18.35, kereta kedua Express 69 berangkat jam 20.00, dan yang ketiga Rapid 133 berangkat 20.45 waktu Thailand. Masing masing tiba di Nong Khai untuk DRC 77 perkiraan jam 05.05, Express 69 jam 08.25 dan Rapid133 09.45 waktu Thailand. Aku memutuskan memilih kereta pertama DRC 77 dengan pertimbangan kerena aku akan tiba sangat pagi di Nong Khai dan itu akan mempermudah untuk mempelajari kawasan sekitar dan mencari moda transportasi berikutnya untuk mencapai Vientiane. Bukan hanya itu saja, DRC 77 membawa rangkaian kelas 2 dan 3 yang mana aku akan memilih kelas 3 yang jatuhnya jauh lebih murah ratusan bath. Toh kemungkinan sama dengan kelas ekonomi Kertajaya Surabaya-Jakarta yang murah meriah dari pada harus menggunakan kelas dua bahkan satu. 

Untuk Express 69 rangkaian yang dibawa kelas satu dan dua dimana kereta kelas satu ialah sleeper class yang harganya juga lumayan. Sedangkan, kereta terakhir Rapid 133 awalnya menjadi pilihan juga karena gerbong kelas yang ditawarkan terdiri dari kelas satu dan dua, tetapi waktu ketibaan di Nong Khai terlalu siang jadi aku urungkan niat aku menggunakan kereta ini. Bedanya DRC 77 dan Rapid 133 adalah kereta yang digunakan. DRC adalah kepanjangan dari Diesel Rail Car atau kalau bisa aku gambarkan kereta seperti komuter atau krl seperti di Jakarta namun sudah didesain secara khusus untuk perjalanan jarak jauh. Sedangkan Rapid 133 menggunakan kereta layaknya kereta biasa, ada lokomotif di depan dan rentetan gerbong dibelakangnya. Untuk perbandingan harga, jika berkehendak menggunakan kelas 1 atau slepper class, bath yang harus dikeluarkan kurang lebih 1000 bath, kurang lebih 600 bath untuk kelas 2 dan untuk kelas 3 hanya 253 bath. Jauh berbeda bukan?  Semuanya memang tergantung selera, tetapi bagi aku, kelas 3 lah yang cocok jika ingin membaur bersama penduduk Thailand. Karena anda akan merasakan dan mengetahui perbedaan antara asongan Indonesia dan Thailand. Tidak ada goyang asolole apalagi keroncong. Hehehe….

Tiket sudah ditangan. Keluar dari Hua Lamphong aku dihadapkan dengan persimpangan jalan yang padat. Baliho papan reklame besar bertulisakan aksara thai tak aku mengerti sama sekali menambah kesan Bangkok sebagai kota metropolitan Thailand. Matahari sudah naik, udara panas pun mulai terasa. Tujuan aku berikutnya Grand Palace, Wat Arun atau Temple of Down dan Wat Pho. Setelah bertanya kesana kemari dan akhirnya aku dilemparkan ke tourist information centre yang ada di bagian depan stasiun. Bus 53 yang akan membawa aku ke Grand Palace, bisa ditunggu disamping stasiun Hua Lamphong.