Senin, 20 Agustus 2012

Wat Arun, The Temple of Dawn


The Grand Palace, Thailand
Puas pusing-pusing di The Grand Palace. Saya melangkahkan kaki bergegas menuju Tha Tien Pier dan menyebarang menuju Wat Arun atau yang dikenal juga The Temple of Dawn.   

Dalam perjalanan, sengaja aku memperlambat langkah untuk sekedar melihat-lihat keramaian pasar pinggir jalan yang menjual beraneka ragam barang, mulai dari baju-baju yang sepertinya baju bekas, juga ada yang menjual uang-uang kuno Thailand, Makanan-makanan yang namanya tak ku kenal serta ada beberapa penjual entah apa namanya saya lupa seperti gantungan kalung yang terbuat dari kuningan sangat banyak menggunung dan pembeli diberi kebebasan untuk memilih. Mungkin ini digunakan sebagai jimat. Entahlah.

Aku memilih beristirahat sejenak di taman dekat pier sambil menikmati mangga potong yang saya beli seharga 20 bath. Banyak sekali saya temui pedagang buah di sekitaran Grand Palace. Tidak hanya mangga, tapi juga jambu dan nenas yang dimakan dengan garam yang sudah dimodifikasi yang rasanya gurih pedas gimana gitu. Nikmat sekali dimakan panas-panas seperti ini.

Tha Tien Pier terletak di pinggir sungai Chao Phraya yang sangat membelah kota Bangkok. Anda mungkin akan bingung menemukan Pier ini. Letaknya memang di dalam pasar kecil Tha Tien. Jadi, jangan ragu bertanya jika anda kebingungan. Ada beberapa penjual kuliner khas Thailand dan beberapa penjual cendera mata seperti kaos, lukisan dan barang-barang hand made menuju Tha Tien Pier. Tiket hanya 2 bath untuk sekali sebrang ke Wat Arun. Angin begitu kencang. Membuat arus sungai berombak-ombak begitu kencang menghempas hempas mengoyangkan dermaga. 

Perahu yang akan membawa ku ke sebrang berhenti sejenak di dermaga. Aku dan para penumpang yang lain dapat merasakan betapa hebatnya guncangan-guncangan air yang pada saat itu memang sangat dahsyat.. sedahsyat ombak dilautan luas.. hahaha.. lebay.. tapi memang benar, guncangan yang dirasakan mamang menakutkat. Seolah akan membalikkan perahu ini. Mesin boat dinyalakan. Perlahan perahu meninggalkan dermaga membelah Chao Phraya dengan arusnya yang deras berombak.

Tak sampai lima menit, perahu sudah merapat di dermaga Wat Arun. Aku bergegas turun. Ada keramaian disekitar halaman Wat Arun. Saat itu memang sedang diperingati sebagai Hari Raya China. Di sini, di Wat Arun kemeriahan hari raya china pun sangat terasa. Ada tenda-tenda berhiaskan serba merah. Buah jeruk, Barong sai juga petasan-petasan yang digantungakn di pohon-pohon juga siap untuk diatraksikan. Sangat ramai dan sangat sacral karena juga ada pendeta yang sedang membacakan mantra melalui pengeras suara juga mengisi ceramah (mungkin itu semacam khotbah) tapi entahlah, aku tak mengerti apa yang diucapkan. Yang penting aku sebagai pengunjung harus ikut menjaga keberlangsungan acara ini.

Yang kaget juga, ada beberapa orang sedang sembahyang menyembah patung sang Buddha lalu kemudian beranjak dan mengaitkan uang kertas 20 bath diantara gantungan-gantungan uang yang sudah dikaitkan sebelumnya dengan staples. Hingga banyak sekali rentetan gantungan uang kertas berwarna biru itu. Melambai-lambai terkena tiupan angin. Hem.. andai boleh mengambil satu gantungan saja.. :P

Setelah membeli tiket masuk seharga 50 bath. Aku melenggangkan kakiku menuju Wat Arun. Perlu diingatkan lagi bagi anda para wanita. Hanya yang berpakaian sopan dan bukan tank top yang diizinkan masuk. Maklum, ini adalah wat atau nama umumnya kuil yang dianggap sakral. Yah, inilah Wat Arun, The Temple of Dawn.

Naik ke puncak Wat Arun adalah hal yang sangat wajib. Karena dari sinilah kita bisa menikmati keindahan Bangkok dan Sungai Chao Phraya dari atas. Tentunya napas akan tersengal sengal menapaki anak tangga yang miringnya hanpir 45 derajat. Tapi semuanya akan terbayarkan jika anda sudah berada di puncak. Menurut yang aku baca di forum di internet. Pada pagi hari, tat kala matahari terbit, sinarnya akan merefleksikan binar-binar keindahan wat di tepi sungai Chao Phraya. Itulah kenapa wat ini disebut The Temple of Dawn. Kuil kala Subuh.

Teman-Teman Baru di Wat Arun
Di tempat ini juga disemayamkan abu dari King Rama II, tepatnya dibawah patung Budha Utama yang di tempatkan di dalam kuil. Setelah mengabadikan beberapa moment dengan nafas masih belum stabil, aku memutuskan untuk segera turun dan beristirahat dibawah. Aku ingin menikmati indah dan tingginya kuil dari bawah. Dan memang benar, sungguh sangat indah. Ujungnya yang melancip ke atas seolah hendak menggapai awan di langit biru. Terimakasih Tuhan, karenamu aku bisa sampai disini. 

Ada yang unik dan sempat kaget pas hendak keluar dari Wat. Aku dan pengunjung yang hendak keluar memang diarahkan melalui sebuah pasar dengan berderet pedagang kaos-kaos bertuliskan Thailand juga pernak pernik khas seprti gantungan kunci hingga magnet kulkas. Kenapa ku bilang kaget? Yah karena saya melihat tulisan berbahasa Indonesia digantung disebuah kios. “Harga murah 1 potong 90 bath, 12 potong 1000 bath”. Wau.. keren.. pikirku. Akupun segera merapat ke kios tersebut mencoba menguak mencari tau kenapa.

foto: http://torajacybernews.com
Seorang wanita setengah baya menghampiriku. Indonesia? Tanyanya kepadaku. Aku mengiyakan. Tanpa disuruh, wanita itu langsung nyerocos dengan bahasa indonesianya yang menurutku sangat lancer meskipun kurang dalam kefasihan. Ini kaos mas, bla bla bla.. sangat lihai sekali menawarkan barang dagangannya.

Ternyata, usut punya usut dari si mbak, memang, kebanyakan pedagang di sini bisa berbahasa Indonesia khususnya bahasa Indonesia dalam hal tawar menawar dan wisata dikarenakan pengunjung di sini banyak yang dari Indonesia. Mereka terkesan cerewet dalam hal tawar menawar. Itulah kenapa mereka sering berinteraksi dan belajar bahasa Indonesia untuk berdagang. 6 gantungan kunci saya beli seharga 100 bath, lumayan murah. Itung-itung juga sebagai rasa terimakasih untuk si mbak yang sudah aku itrogasi secara tidak langsung. Ehm.. keluar dari situ aku senyum-senyum sendiri. Unik yah, tak ada alas an untuk tidak bangga pada Indonesia. Hehehe..