Minggu, 29 April 2012

Nasionalisme Thailand di Hua Lamphong


24 Januari 2012, Stasiun Hua lamphong adalah stasiun utama di Bangkok. Atapnya berbentuk setengah lingkaran dan jika dilihat mirip sekali dengan stasiun Tandjung Priuk di Jakarta. Seakan memanjakan penumpang yang akan berpergian dengan kereta, di ruang tunggu, di depan deratan loket tiket, terdapat toko buku, beberapa deretan gerai makanan cepat saji dan Food court bagi yang berkantung cekak juga toilet yang sekaligus disewakan untuk mandi serta ruang sholat bagi kita umat muslim di lantai dua. Aku pun segera membersihkan diri untuk mandi di toilet Hua Lamphong dengan membayar beberapa bath.
Suasana Hua Lamphong
Badan sudah segar, belum sempat aku duduk, aku kaget melihat semua orang berdiri. Terdengar alunan lagu dari pengeras suara. Ada apa ini? Setelah beberapa saat orang orang kembali duduk, aku bertanya kepada bule disampingku. Kenapa barusan semua orang berdiri dan duduk ketika lagu dari pengeras suara diperdengarkan hingga selesai. Mark yang mengaku dari Ohio Amerika Serikat ini menjelaskan jika orang Thailand sangat nasionalis. Setiap jam delapan pagi dan jam enam petang, lagu kebangsaan Thailand akan diperdengarkan dan mereka semua tanpa terkecuali akan berdiri sebagai bentuk penghormatan kepada Negara. Sunggu luar biasa, aku berdecak kagum. Betapa hormatnya mereka kepada Negara. Bagaimana ya jika lagu Indonesia Raya diperdengarkan setiap pagi dan petang. Mungkin nasionalisme bangsa Indonesia akan semakin kuat rasa persatuan dan kesatuannya dan tak akan ada lagi isu-isu perpecahan dan sara. Sebuah hal kecil demi keutuhan Negara.

Satu hal lagi yang aku sempat herankan. Ada foto berukuran besar tampak seorang pria berpose gagah mengenakan baju kebangsawanan yang dipajang di tempat-tempat umum seperti di Hua Lamphong dan stasiun-stasiun. Mungkin inilah petinggi Thailand yang sangat dihormati. Sehingga gambarnya dipampang dimana-mana untuk mengingatkan rakyatnya bahwa beliaulah yang sangat berjasa di Thailand. Sampai sekarang pun aku belum tau siapa beliau.

Kereta ke Nong Khai tersedia dalam tiga perjalanan di petang hari. Kereta pertama DRC 77 berangkat jam 18.35, kereta kedua Express 69 berangkat jam 20.00, dan yang ketiga Rapid 133 berangkat 20.45 waktu Thailand. Masing masing tiba di Nong Khai untuk DRC 77 perkiraan jam 05.05, Express 69 jam 08.25 dan Rapid133 09.45 waktu Thailand. Aku memutuskan memilih kereta pertama DRC 77 dengan pertimbangan kerena aku akan tiba sangat pagi di Nong Khai dan itu akan mempermudah untuk mempelajari kawasan sekitar dan mencari moda transportasi berikutnya untuk mencapai Vientiane. Bukan hanya itu saja, DRC 77 membawa rangkaian kelas 2 dan 3 yang mana aku akan memilih kelas 3 yang jatuhnya jauh lebih murah ratusan bath. Toh kemungkinan sama dengan kelas ekonomi Kertajaya Surabaya-Jakarta yang murah meriah dari pada harus menggunakan kelas dua bahkan satu. 

Untuk Express 69 rangkaian yang dibawa kelas satu dan dua dimana kereta kelas satu ialah sleeper class yang harganya juga lumayan. Sedangkan, kereta terakhir Rapid 133 awalnya menjadi pilihan juga karena gerbong kelas yang ditawarkan terdiri dari kelas satu dan dua, tetapi waktu ketibaan di Nong Khai terlalu siang jadi aku urungkan niat aku menggunakan kereta ini. Bedanya DRC 77 dan Rapid 133 adalah kereta yang digunakan. DRC adalah kepanjangan dari Diesel Rail Car atau kalau bisa aku gambarkan kereta seperti komuter atau krl seperti di Jakarta namun sudah didesain secara khusus untuk perjalanan jarak jauh. Sedangkan Rapid 133 menggunakan kereta layaknya kereta biasa, ada lokomotif di depan dan rentetan gerbong dibelakangnya. Untuk perbandingan harga, jika berkehendak menggunakan kelas 1 atau slepper class, bath yang harus dikeluarkan kurang lebih 1000 bath, kurang lebih 600 bath untuk kelas 2 dan untuk kelas 3 hanya 253 bath. Jauh berbeda bukan?  Semuanya memang tergantung selera, tetapi bagi aku, kelas 3 lah yang cocok jika ingin membaur bersama penduduk Thailand. Karena anda akan merasakan dan mengetahui perbedaan antara asongan Indonesia dan Thailand. Tidak ada goyang asolole apalagi keroncong. Hehehe….

Tiket sudah ditangan. Keluar dari Hua Lamphong aku dihadapkan dengan persimpangan jalan yang padat. Baliho papan reklame besar bertulisakan aksara thai tak aku mengerti sama sekali menambah kesan Bangkok sebagai kota metropolitan Thailand. Matahari sudah naik, udara panas pun mulai terasa. Tujuan aku berikutnya Grand Palace, Wat Arun atau Temple of Down dan Wat Pho. Setelah bertanya kesana kemari dan akhirnya aku dilemparkan ke tourist information centre yang ada di bagian depan stasiun. Bus 53 yang akan membawa aku ke Grand Palace, bisa ditunggu disamping stasiun Hua Lamphong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar