Minggu, 22 April 2012

Part II - Suvarnabhumi Airport dan Lelaki Tercantik di Dunia


Cabin Air Asia QZ7682
23 Januari 2012, Langit Bangkok terlihat cerah. Beberapa awan terbang beriring dikegelapan. Di bawah, kereta berjalan mengikuti rel yang berkelok-kelok. Gemerlap lampu gedung dan kendaraan seolah menyambutku dengan sejuta salam hangat negeri seribu Wat. Lampu kabin meredup. Pertanda sebentar lagi landing. Tak terasa sudah tiga setengah jam mengudara. Ku pejamkan mata berdoa pada ilahi. Terimakasih Tuhan, kau kabulkan doa ku untuk melihat dunia. Ini adalah awal dan semoga akan berlanjut dikemudian hari.
 
Tidak mau kalah dengan penumpang lain untuk bergegas keluar dari pesawat dan segera menghirup udara Bangkok pertama kali, aku pun terpaksa harus menyerobot beberapa penumpang. Ah Bangkok, pikirku. Aku mengulas senyuman. Angin menyambutku ketika keluar dari pintu dan menuruni anak tangga. Landasan yang terlihat basah karena habis hujan membuat malam terasa dingin. 

QZ7682 yang membawaku ke Bangkok dari Surabaya
Entah kenapa, kami para penumpang turun dari pesawat tidak melalui belalai gajah melainkan melalui tangga. Setelah turun, baru aku tau kalau pesawat yang aku naiki berada di deretan pesawat cargo. Mungkin appron kedatangan sedang penuh dan terpaksa di alihkan ke terminal cargo. Kami diharuskan naik shuttle bus yang sudah disediakan pihak maskapai yang mengantar penumpang menuju arrival hall. 

Dalam pejalanan menuju Arrival Hall. Aku bertemu dengan sosok waria dari surabaya. Pertamanya aku tidak sadar kalau di sampingku ini seorang waria. Selayaknya perempuan, ia cantik dan memang sempurna seperti perempuan. Aku baru tau setelah beberapa obrolan kulontarkan guna mengorek informasi tentang transportasi di Bangkok. Secara jujur ia bilang dirinya sebenarnya laki-laki tetapi takdir berkata lain yang mengharuskan dirinya untuk memilih jalan hidup. Aku sempat sedikit kaget tak percaya. Lalu kulontarkan sedikit pujian kalau dirinya tak seperti waria, dirinya bahkan lebih cantik dari para wanita surabaya. Bibirnya tersenyum seakan tersipu. Hahaha, kami tertawa. Dan entah kenapa, aku merasa dirinya bukan seorang waria, padahal aku trauma dengan waria. :)

Suasana Imigrasi Suvarnabhumi Airport
Obrolan kami berlanjut hingga di Imigrasi. Ternyata ada yang belum aku isi kartu kedatangan di bagian di mana aku akan tinggal di Bangkok. Untunglah Mbak Nana (bukan nama sebenarnya) memberikan alamat apartementnya. Mbak Nana memang sempat terkejut mendengar bahwa ini kali pertamanya aku di bangkok sendirian dan belum tau di mana aku akan menginap. Bahkan ia sempat menawariku tumpangan gratis di apartemennya, setelah ia tau aku akan bermalam di Bandara untuk malam itu. Bukannya aku tak mau menerima tawarannya, tapi aku takut, hehehehe. Aku tersenyum dengan bijak menolaknya. Berkelit untuk berbohong akhirnya aku bilang kalau masih ada teman dari jakarta yang harus aku tunggu. Ya Tuhan, aku telah berbohong pada orang yang baik yang menawari tumpangan gratis. Tapi.... apa daya, hati masih ragu.

Me in Suvarnabhumi Airport
Keluar imigrasi dengan baik hati mbak nana mengajakku makan malam. Sempat aku menolak, tapi cacing di perut sudah tak mau diajak kompromi. Suvarnabhumi International airport adalah bandara modern pertama kali yang pernah aku kunjungi. Megah dan kesannya seperti mall. Beda sekali dengan bandara juanda dan soekarno hatta di jakarta. Kami makan di deretan foodcourd di lantai ground. Nasi goreng seafood menjadi pilihan makanan pertamaku di daratan Thailand. Sebenarnya aku ingin mencoba Phad Thai, tapi karena terdapat kandungan babi, ku urungkan niatku. 

Me in Foodcourt Suvarnabhumi Airport
Sambil menikmati makan malam, mbak nana banyak bercerita tentang dirinya. Bagaimana ia menjalani liku hidupnya, dan hingga ia menemukan Bangkok sebagai tempat hidupnya setelah Surabaya. Mungkin di Bangkok lah mbak Nana (bukan nama sebenarnya) bisa mengaktualisasi dan mengapresiasikan pilihan hidupnya sebagai waria. Ia sempat bercerita sedikit ketika aku bertanya kenapa harus tinggal di Bangkok. Ia hanya ingin bebas, di Bangkok ia bebas, bekerja dan hidup untuk pilihan hidupnya.

Hampir sejam kami mengobrol dan kami akhirnya harus berpisah. Mbak nana harus segera ke apartemennya. Sambil tertawa kecil ia bilang padaku, “romeoku wes teko, nek ono opo-opo ojo sungkan ngubungi aku, koen seng ati-ati yo. romeoku sudah datang, kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi aku, kamu hati-hati ya.” Bahkan, ketika kujabat tangannya, tak ada kasar layaknya tangan lelaki. Halus bak tangan seorang puteri. Ya Tuhan, kenapa harus kau ciptakan dirinya laki-laki jika menjadi perempuan ia dapat secantik putri raja.

Me in Suvarnabhumi Airport
Sungguh di luar dugaan. Bisa berkenalan dengan seorang Waria bernama Mbak Nana hingga ditraktir makan malam. Aku menyunggingkan bibirku tersenyum dalam hati dan berdoa. Semoga akan aku temukan hal-hal yang belum pernah aku temukan dan akan memberikan suatu pengalaman dan pelajaran hidup. 

Ada Musholahnya juga lo
Ku panggul kembali ransel ku. Masih belum puas aku mengagumi kemegahan suvarnabhumi, akupun memutuskan untuk berkeliling dari ujung ke ujung sambil mencari informasi tentang hal-hal yang akan aku lakukan keesokan harinya. Hingga aku menemukan tempat dimana banyak orang-orang yang beberapa didominasi bule-bule barat merebahkan tubuhnya di kursi-kursi panjang bandara. Ada juga yang menggelar sleeping backnya menikmati lelap tepat di bawah eskalator. Ku hampar sarung yang ku bawa dari rumah. Dingin AC tak menyurutkan niatku untuk beristirahat mala m ini. Karena esok, petualangan sesungguhnya akan dimulai.

2 komentar: