Rabu, 25 April 2012

Part 3 - Day 1 Bangkok (Suvarnabhumi hingga Hua Lamphong)


24 January 2012 Aku terbangun oleh getar handphone di saku celana. Memang sengaja kupasang alarm hp dan ku taruh di dalam saku biar getarannya terasa, membangunkanku. Tak ada bedanya jam lima pagi dan jam 1 malam di suvarnabhumi. Lalu lalang penumpang seakan tak pernah henti.

Suasana Suvarnabhumi
Setelah membasuh muka di toilet dan menyempatkan sholat subuh di prayer room, segera saja aku menuju food court. Terletak di lantai satu tepat di pojok dalam area bandara, tempat makan ini adalah tempat makan faforit para pekerja bandara dan para penumpang berkantung cekak seperti aku ini. Bayar murah asal enak dan yang penting kenyang. Bayarnya pun cukup unik. Kita diwajibkan menukar bath dalam bentuk kupon di konter yang disediakan yang nantinya kupon-kupon tadi yang akan dijadikan alat pembayaran. Tenang saja, jika ada sisa kupon, kupon masih bisa ditukarkan kembali dengan bath sebelum batas waktu penukaran habis. Akh, jadi ingat mbak Nana.

Sempat bingung juga sebenarnya memilih makanan yang tidak mengandung babi di sini. Tapi tenang saja, katakan saja no pork atau halal food, pasti pelayan segera menyarankan menu mana yang cook bagi anda. Menu ku jatuh pada nasi dengan ayam yang diptong kecil-kecil dimasak seperti kari lengkap dengan semangkuk sup. Rasa ayamnya enak banget dan masih sesuai dengan lidah Indonesia. Akan tetapi, seperti ingin muntah rasanya ketika mencoba kuah sup yang hanya berisi beberapa potongan daun mirip seladri kalau di indonesia. Rasanya sungguh sangat menyengat hingga ke hidung. Aku yakin sekali yang membuat rasanya menyengat adalah potongan daun itu. Aku tidak tahu pasti daun apa itu. Kalau orang jawa mungkin bilang, rasane koyok walang sanget, rasanya seperti walang sanget.

Food Court
Selesai sarapan, aku membuka lembar itinerary dan selembar peta yang disediakan di bandara dengan gratis. Jadi bagi anda yang baru pertama kali bekunjung ke Bangkok untuk pertama kali seperti aku, tidak perlu khawatir tersesat. Semua informasi dapat anada peroleh secara gratis. Hari ini aku akan berkunjung ke Grand Palace, Wat Arun atau Temple of Down dan Wat Pho lalu kemudian perjalanan akan aku lanjutkan ke Vientiane, Lao PDR. Namun sebelumnya aku harus menuju Hua Lamphong, stasiun utama kota Bangkok untuk memesan tiket ke Nong Khai. Nong Khai adalah wilayah di Thailand yang berbatasan langsung dengan Vientiane, Lao PDR.

Ada beberapa pilihan menuju Hua Lamphong dari Suvarnabhumi, dan yang aku ketahui hanya menggunakan Taksi dan Airport Rail Link (kereta yang menghubungkan airport dengan pusat kota Bangkok) atau mini van untuk jarak jauh. Taksi dapat anda pesan dikonter yang telah disediakan atau langsung munuju luar bandara sedangkan Airport Rail Link terdapat di lantai paling bawah bandara.

Tersedia dua pilihan untuk Airport Rail Link. Pertama, SA Express yang munghubungkan Suvarnabhumi hingga Mekkassan station dan SA City line yang harganya lebih murah dibanding express melewati mekkassan hingga phaya thai station. Bedanya hanyalah waktu tempuh dan pemberhentian disetiap stasiun.

Sesampainya aku di Suvarnabhumi station, aku masih ragu, apakah aku harus membeli tiket di konter tiket atau melalui mesin tiket seperti yang orang-orang lain lakukan? Antara iya dan tidak, akhirnya ku putuskan untuk mencoba menggunakan mesin tiket. Aku harus mencoba apa yang tidak ada di Negara ku. Kalau pun masih bingung, pasti ada orang yang akan membantu. Setelah memperhatikan beberapa orang akhirnya aku sedikit tau jika pertama kali yang kita pilih adalah tujuan lalu kemudian akan muncul berapa harga yang harus dibayar, masukkan uang, tiket diprosess dan terdengar bunyi koin jatuh beserta tiket berbentuk bulat pipih mirip koin ditempat yang mamang sudah di sediakan. Aku tersenyum bangga, akhirnya aku bisa. 

Koin canggih :)
Kebingungan tak berhenti disitu, tetapi, selama mau belajar dan memperhatikan, kebungungan akan terjawab. Aku sempat bingung untuk masuk ke dalam peron yang ternyata hal itu mudah sekali. Hanya menempelkan koin merah tadi ke detector merah dan pintu akan terbuka. Wow….. sungguh sangat canggih. Aku kembali terkagum dengan hal ini.

Suara pengumuman ketibaan kereta terdengar dengan bahasa yang asing bagi aku. Cempreng memiliki cengkok khas seperti diayun-ayunkan cara bicara orang Thailand. Untunglah bahasa inggris juga di pakai di sini sehingga aku tidak kebingungan akan hal ini.

SA City Line mengantarku hingga ke Makkasan. Lumayan mahal memang untuk sampai ke Makkasan dari Suvarnabhumi sekitar 45 bath sekali jalan atau 14 ribu rupiah. Akan tetapi semua akan terbayar dengan kenyamanan fasilitas yang dihadirkan, bersih dan elegan untuk kereta sekelas dalam kota.

SA City Line, bersih ya
Makkasan station adalah stasiun sekaligus tempat untuk check-in bagi para penumpang yang akan melakukan penerbangan melalui Suvarnabhumi. Jadi tak perlu Check-in di airport melainkan bisa dari Makkasan. Besar dan mewah terkesan di Stasiun Makkasan. Aku turun dan melanjutkan perjalanan aku ke Hua Lamphong dengan berganti moda menggunakan MRT (Mass Rapid Transport) dari Phetchaburi station yang letaknya tak jauh dari Makkasan station. 

Pertama kali aku merasakan kehidupan Bangkok ketika keluar dari stasiun Makkasan berjalan kaki menuju Stasiun Phetchaburi. Matahari sudah mulai naik beberapa anak sekolah pun sudah banyak berkeliaran di jalanan. Seperti ini Bangkok, juga ada pemulung sampah seperti di Jakarta.

Sama seperti SA City Line, seolah terbiasa menggunakan mesin tiket, dengan tenang aku mengikuti antrian. Aku tekan tujuan, masukkan bath dan keluarlah tiket koinnya. Sungguh sangat mudah dan praktis. Seandainya hal ini bisa diterapkan di Jakarta, mungkin bisa mengurangi penggunaan kertas dan menghindari sampah tiket yang dibuang sembarangan.

Me in SA City Line
Entah kenapa, sifat Indonesia aku masih kebawa. Aku malu semalu malunya aku. Begitu kereta datang. Pintu terbuka dan aku seperti yang sering aku lakukan, bergegas masuk tanpa menunggu penumpang turun terlebih dahulu. Kalau di Jakarta, aku melakukan ini untuk bisa segera masuk dan berebut tempat duduk.

Aku berjalan bergegas melewati beberapa penumpang yang turun. Kereta memang penuh sesak. Akupun nyelonong menerobos begitu saja. Dan setelah aku membalikkan badan, aku terkejut bukan main. Penumpang yang ingin masuk kedalam kereta ternyata berbaris di samping pintu menunggu penumpang yang turun terlebih dahulu. Oh my God, apa yang sudah aku lakukan? Ini bukan Jakarta, ini Bangkok. Seharusnya aku mengikuti antrian itu. Aku melihat ada seorang bapak paruh baya yang mengerutkan kening menatap kearah ku dan menggelengkan kepalanya dengan senyum seolah memperingatkan aku. Tanpa pikir panjang, aku segera bergeser menjauh dari pintu di mana aku masuk tadi. Betapa merasa sangat malu sekali aku pagi ini.

Suasana Stasiun Hua Lamphong
Setibanya di Stasiun MRT Hua Lamphong aku memilih berhenti sejenak untuk menertawakan diri ku. Untunglah mereka tidak tau kalau aku dari Indonesia, setidaknya mereka masih mengira aku orang Thailand. Hahahaha, aku berusaha untuk tidak menyalahkan diri aku. Bukankah sebelum kita tahu dengan benar, kita harus berbuat salah? :) bersambung........

2 komentar:

  1. hahaha.... watak indonesia ternyata. sekarang udah di negara sendiri masih mau mendahulukan orang yang turun kah?
    huft... sepele yg diremehkan ya.
    cek blog aq donk pengen di kritik www.nokriting.blogspot.com

    BalasHapus
  2. halo mas saya mau tanya, kalo dari city line berganti ke mrt ke stasiun Phetchaburi station sangat dekat? arahnya kemana yah mas? saya rencana mau ke stasiun hua lamphong juga. thanks mas

    BalasHapus